Mutiara di Tepi Laut Banda : Catatan Perjalanan Pengabdian Santri Pondok Modern Tazakka Batang
Apa jadinya jika seorang santri
muda dari pesantren modern di Jawa harus meninggalkan gemerlap fasilitas dan
kenyamanan untuk mengabdi di sebuah pulau terpencil di timur Indonesia?
Inilah panggilan yang harus
dijawab oleh Ustadz Fatih Cahya Fadillah, seorang santri lulusan Pondok Modern
Tazakka. Dalam buku ini, penulis membawa kita dalam sebuah perjalanan pengabdian
selama setahun yang penuh tantangan dan hikmah di Pondok Modern Darul Ihsan,
Laimu, sebuah dusun di tepian Laut Banda, Pulau Seram, Maluku Tengah.
Buku ini bukan sekadar catatan
harian, melainkan potret jujur tentang anomali
pendidikan di Indonesia. Penulis harus menukar fasilitas mentereng
di Jawa dengan bangunan sederhana berdinding papan, keterbatasan air bersih,
dan perjuangan melawan penyakit di tanah yang dijuluki daerah 3T (Tertinggal,
Terdepan, dan Terluar). Namun, di tengah segala keterbatasan itu, penulis menemukan mutiara yang sesungguhnya.
Mutiara itu adalah semangat para
santri Laimu yang menyala-nyala meski dalam kesederhanaan. Mutiara itu adalah
keteladanan Dr. KH. Abdurrahim Yapono, seorang kiai sepuh alumni Gontor yang
rela meninggalkan karier internasionalnya untuk kembali ke kampung halaman dan
merintis pesantren dari nol. Dan mutiara itu adalah kehangatan masyarakat yang
kaya akan budaya, kearifan lokal, dan semangat toleransi yang tulus.
Mutiara di
Tepi Laut Banda adalah sebuah kisah tentang transformasi: dari
seorang murid menjadi guru, dari keluh menjadi syukur, dan dari keterasingan
menjadi cinta yang mendalam. Sebuah bacaan wajib bagi para santri, pendidik,
dan siapa pun yang percaya bahwa harapan dapat tumbuh di tempat yang paling tak
terduga sekalipun.
